PERKEMBANGAN SPIRITUALITAS
Selain
secara fisik, kognitif, dan moral, individu juga berkembang secara
spiritualitas. Beberapa ahli teologi mengindentifikasi tahap linear tertentu
yang dilalui oleh individu sementara ia mencapai kematangan spiritualitas.
Westerhoff (1976) dalam Kozier (2010), sebagai contoh, menggambarkan iman
sebagai satu cara berperilaku yang timbul dari keyakinan yang diarahkan oleh
orang tua dan orang lain semasa bayi dan kanak-kanak hingga iman diri sendiri
yang diinternalisasi pada masa dewasa dan bertindak sebagai pengarah tindakan.
Beberapa aspek perkembangan spiritual menurut Westerhoff (1976) dalam Hidayat
(2009) yaitu :
a. Usia
anak-anak, merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman.
Perilaku yang didapat, antara lain: adanya pengalaman dari interaksi dengan
orang lain dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini, anak
belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan yang ada
pada masa ini mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru orang lain, seperti
berdoa sebelum tidur dan makan. Pada masa prasekolah, kegiatan keagamaan yang
dilakukan belum bermakna pada dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh
aktivitas keagamaan orang sekelilingnya, dalam hal ini keluarga. Pada masa ini
anak-anak biasanya sudah mulai bertanya tentang pencipta, arti doa, serta
mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
b. Usia
remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan kepercayaan yang ditandai dengan
adanya partisipasi aktif pada kegiatan keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub
membuat mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannya.
Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian
kebutuhan spiritual seperti keinginan melalui meminta atau berdoa kepada
penciptanya, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan
atau kepercayaan. Bila pemenuhan spiritual tidak terpenuhi, akan timbul kekecewaan.
Menurut Hamid (2008), pada masa ini, anak mulai mengambil keputusan akan
melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya kepada
orangtua. Mereka membandingkan standar orangtua mereka dengan orangtua lain dan
menetapkan standar apa yang diintegrasikan dalam perilakunya. Mereka juga
membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk
menyatukannya.
c. Usia
awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan diri, diawali dengan proses
pertanyaan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif
sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah
bersifat rasional dan dan keyakinan atau kepercayaan terus dikaitkan dengan
rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab secara
rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan penghargaan terhadap
kepercayaannya.
d. Usia
pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri.
Perkembangan ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang
dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih
mengerti akan kepercayaan dirinya. Dalam Hamid (2008, p.7), pada kelompok usia
pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan
berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh generasi muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar